Assalamu’alaykum
warrahmatullahi wabarakatuh
Hari
ini, 24 Februari 2013 Jawa Barat mengadakan hajat besar demokrasi, yakni
pemilihan umum Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018.
Insya
Allah, kali ini saya akan berbagi tentang demokrasi.
Sebelumnya,
bagi siapa saja yang belum mengenal saya (maklum saja, karena saya memang bukan
siapa-siapa) atau baru pertama kali
membaca tulisan saya,
Saya
Insya Allah adalah seorang hamba Allah, anak ke dua, mahasiswi tingkat akhir,
dan seorang teman yang sangat hai bila sudah dimode hai kan terlebih dahulu.
Tulisan
ini bukan artikel panjang nan berat, saya hanya ingin memberikan rekaman
diskusi saya dengan salah seorang teman dalam bentuk tulisan. Sebuah diskusi
audio yang saya coba visualkan
Bismillahirrahmanirrahiim
J *senyum dulu*
Saya
dan dia, mari sebut ia dengan “cinta” adalah sahabat yang cukup dekat. Kami
dekat secara lahir dan Insya Allah bathin.
Ada
yang berbeda dari kedekatan saya dan cinta. Kami bukanlah bunga di satu
pekarangan yang sama, kami lebih tepat digambarkan sebagai pensil warna di
dalam wadahnya.
Ya,
warna kami berbeda. Tapi justru hal inilah yang membuat saya betah berlama-lama
dengan cinta. Kami terbiasa melukis bersama, memberi warna pada gambar-gambar
kosong alam semata.
Hari
itu adalah hari yang biasa,
Hari
di mana kami sedang asyik berdua untuk saling menjaga, dengan komitmen saling
mengingatkan hafalan agar terhindar dari ketiduran di kosan.
Setelah
hampir rampung hafalan kami, saya memulia pembicaraan saya dengan cinta.
Saya:
Menurut kamu, pemimpin yang shaleh itu penting nggak sih?
Cinta:
Penting banget.
Saya:
Jadi, kalau misalnya ada pemilu, kamu akan memilih pemimpin yang shaleh?
Cinta:
aku golput.
Saya:
kenapa?
Cinta:
Karena milihnya lewat sistem demokrasi. Walaupun inputnya bagus, kalau
sistemnya salah, outputnya tetep jelek.
Saya:
Kamu benci ya sama demokrasi?
Cinta:
Iya
Saya:
Sama, aku juga. Sistem yang dangkal banget. Suara orang yang faham sama orang
yang ga ngerti apa-apa kedudukannya sama.
Cinta:
Em, aku mau nanya, tapi habis ini kita easy going aja ya.
Saya:
iya, ada apa?
Cinta:
kalo kamu benci, kenapa kamu ikutan demokrasi?
Saya:
Aku benci demokrasi, makanya aku ingin menghancurkannya. Yahudi sudah
menginjak-injak kita dengan produknya. Aku ingin kita balik menginjak demokrasi
dengan sepatu Yahudi sendiri. Di Turki, di Mesir, sudah mulai terlihat bukti
betapa demokrasi bisa menjadi senjata makan tuan bagi ibunya sendiri.
Cinta:
Turki? Kamu tau nggak kalo di Turki wanita berjilbab dikenankan pajak yang
besarnya sesuai dengan panjang jilbabnya?
Saya:
Itu waktu zaman pemerintahan kemal abdul naser, bukan? Sekarang sudah lebih baik,
kan? *senyum*
Cinta:
iya betul, ya *senyum juga*. Aku baca di berita, katanya untuk kampanye pilgub Jabar
calon nomer 4, dana yang dihabiskan sampai 1,3 triliun. Itu dananya dari mana,
ya?
Saya: Masya Allah, aku baru tau, kalau dananya
sampai sebesar itu. Setau aku, setiap agenda, dananya dari kantong kader-kader
atau simpatisan sendiri. Insya Allah bukan hasil korupsi. Hehe
Cinta:
Waah, keren ya. Tapi uang sebanyak itu kenapa buat kampanye aja? Padahal bisa
dibuat bikin 1000 rumah.
Saya:
Lahan dakwah kan banyak, Insya Allah tiap lahan sudah ada anggaran dananya
masing-masing.
*ya
ikhwah, benar sekali nasihat dari sahabat ini. Mungkin saja selama ini publik
melihat bahwa jama’ah ini berat sebelah. Terlalu mengedepankan peran dalam
parlemen sehingga ranah da’wah lain tidak optimal eksistensinya*
Cinta:
Aku ingin sekali memajukkan islam, menegakkan syari’at islam, tapi caranya
bukan dengan ikut berdemokrasi. Karena Rasulullah ga mencontohkan itu. Aku mau
memajukan teknologi islam. Kamu ngerasa nggak sih, kalau di bidang edukasi,
karya-karya ulama islam itu dijual “gratis” dan masih dalam rumus-rumus dasar? Misalnya
aljabar.
Saya:
Iya betul. Subhanalloh keren tuh *nyengir lebar*. Semangat ya. Aku pernah
menganalogikan ummat islam tuh kayak mahasiswa-mahasiswa di universitas.
Masing-masing menekuni bidang keilmuan yang berbeda. Aku memperdalam ini, kamu
memperdalam itu, yang lain memperdalam ilmu
lain. Kita belajar berbagai ilmu yang berbeda dengan tujuan yang sama ya,
sebetulnya. Supaya kita bisa menguasai ilmu pengetahuan. Kalau semuanya belajar
mata kuliah yang sama, nggak akan maju nih bangsa kita.
Cinta:
Iya betul sekali. Hem, kalau aku tanya kamu, apakah kamu seorang ahlusunnah
atau bukan, kamu akan jawab apa?
Saya:
Insya Allah, aku ahlusunnah. Kalau kamu?
Cinta:
Insya Allah aku juga ahlusunnah. Tapi aku bingung deh, kenapa kita, atau muslim
lainnya yang sama-sama merasa ahlusunnah, punya metode dakwah yang sangat
beda-beda? Harusnya kan sama. Berarti ada yang miss ya, di kita. Oh iya, aku juga
pernah baca, kalau orang-orang itu akan masuk surga bersama pemimpinnya.
Saya:
Alhamdulillah, pemimpinku Rasulullah, Insya Allah.
Cinta:
Insya Allah, Rasulullah aku juga. Tapi kenapa kita bedaa? Aku masih cenderung
nggak berhubungan, benar-benar melepas diri dari demokrasi. Khilafah bisa
ditegakkan dengan cara yang Rasulullah contohkan. Dari mulai dakwah
sembunyi-sembunyi sampai terang-terangan. Sekarang kita bisa mengajak muslim
secara personal, lalu kalau sudah terkumpul masa, kita gulingkan pemerintah
dengan cara kudeta.
Saya:
Subhanalloh, keren sekali. Tapi justru dari statement kamu, aku malah bingung
kita bedanya di mana. Kita sama-sama ingin menegakkan khilafah, sama-sama ingin
berlepas diri dari demokrasi. Aku bagiang yang menghancurkan dari dalam, kamu
yang menarik masa, hancurkan dari luar. Kamu mau berdemo kalau pemerintah
kebijakannya nggak baik?
Cinta:
Mau.
Saya:
Demo kan nggak dicontohkan Rasulullah. Menasihati pemimpin harus dengan cara
yang hikmah dan tersembunyi.
Cinta:
Itu kan kalau sistemnya udah bener, kekurangan pemimpin harus dimaklumi, supaya
nggak terjadi perpecahan. Tapi sistem negara kita kan masih demokrasi, masih
salah.
Saya:
Ya. *senyum*. buat apa kita khawatir iman kita terkotori kalau ranah dakwah
yang potensial justru kita hindari? Masalah kemurnian aqidah, pemberi hidayah,
sepenuhnya adalah kuasa Allah. Kita hanya bisa meminta dengan yakin ke Dia,
supaya Allah menguatkan dan menjaga kita di jalan yang Ia takdirkan kita di
sana. Memang riskan kita berdemo, memang sangat mengkhwatirkan kondisi iman kita
bila memasuki ranah parlemen, tapi Allah kita tentu jauh Lebih Agung dari
segala masalah yang ada. Asal kata dari infaq
itu nafaqa, yang artinya segala potensi. Allah sudah menyuruh
kita untuk berinfaq tidak hanya dengan harta, tetapi juga dengan segala potensi
yang kita punya.
Cinta:
Betul. Aku semakin ke sini semakin merasa bahwa masing-masing golongan itu
punya kekurangan.
Saya:
Iya, makanya selain ikutan pengajian masing-masing, kita juga harus rajin
ikutan ta’lim. Saling mengingatkan yaa
Cinta:
Iya, nanti kalau ada jadwal ta’lim lagi sms aku ya. Aku nggak mau taqlid sama beberapa
ulama aja.
Saya:
Siap, cin..
*berpelukaaaan*
Alhamdulillahirabbil’alamiin
Segala
Puji bagi Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam
Hanya
Allah lah Yang Maha Mengetahui Kebenaran
Rabb,
jangan Engkau kunci hati-hati kami dari cahaya kebenaran,
Surga-Mu
memang mahal,
Maka
izinkan kami membayar harganya di dunia.
Duhai
Rabb yang Maha Melihat,
Sungguh
Engkau memperhatikan segala yang telah kami usahakan.
Izinkan kami berjuang dari sekarang!!
“Allah
menganugerahkan al hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunah)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al hikmah
itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”(QS. 002:26)
”Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an)
kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah
pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk
mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada
ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. “
(QS. 003:007)
“Katakanlah:
“Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. 005:100)
“Dan
tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. “(QS.
010:100)
Karena
setiap orang memiliki ekspresi ketidaksukaan yang berbeda. Ia bisa berlari, ia
bisa mendekati lalu menghabisi, atau ia bisa menutup diri kebencian itu
sendiri.
Wallahu
‘alam bishowab,
Semoga
ada manfaat dari tulisan saya. Yang benar pasti datang dari Allah, kesalahan
dan kedhoifan pasti milik saya sendiri.
Jazaakumullahu
khoiron katsir bagi yang sudah berkenan membaca
J
“Kemenangan
yang kita dapatkan bukanlah berasal dari
seberapa hebat kita di medan laga, tapi seberapa banyak amal ibadah kita dan
seberapa kuat kita meminta kemenangan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’la”