Bismillaahir rahmanir rahiim
Membentuk Akidah Anak
“Fitrah
Allaah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allaah. (Itulah) agama yang lurus” (QAS ar-Ruum: 30)
Dari Abi
Hurairah Radhiyallaahu ‘anhuma, Rasulullaah Shallalllaahu ‘Alayhi Wasallam
bersabda, “Tidakklah seorang anak dilahirkan melainkan dilahirkan di atas
fitrah. Namun, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi. Seperti seekor hewan yang melahirkananak yang lengkap (tidak cacat),
apakah dapat kalian temukan ada di antara keturunannya yang cacat?” (HR
Bukhari)
Lima dasar asasi yang Rasulullaah Shallaahu ‘Alayhi Wasallam
ajarkan kepada kita antara lain:
1.
Mentalqin anak untuk mengucapkan kalimat tauhid
2.
Menenamkan cinta kepada Allaah subhanahu wa
Ta’ala
3.
Menanamkan cinta kepada Nabi Shallallaau ‘Alayhi
Wasallam, keluarga Beliau, para sahabat Beliau
4.
Mengajarkan al-Qur’an kepada anak
5.
Pendidikan untuk tetap teguh dan rela berkorban
demi akidah
Imam Al-Ghazali rahimahullaah menjelaskan tentang pentingnya
menanamkan akidah dan mentalqinnya sejak kecil agar anak tumbuh dengannya.
Beliau mengatakan, “Perlu Anda ketahui penjelasan kami tentang definisi akidah harus
diberikan kepada anak-anak sejak masa permulaan pertumbuhannya agar dia dapat
menghafalnya. Kemudian bersama dengan pertumbuhannya,dia akan memahami maknanya
sedikit demi sedikit. Dimulai dengan menghafal, kemudian memahami, lalu diikuti
dengan meyakini dan membenarkannya. Itu ditemukan dalam diri anak tanpa ada bukti
apapun yang dijelaskan. Merupakan karunia Allaah Subhanahu Wa Ta’ala kepada
hati manusia di awal masa pertumbuhannya untuk beriman tanpa memerlukan bukti
maupun penjelasan terlebih dahulu”.
“Dalam
menanamkan akidah dan meneguhkannya, bukan dengan cara mengajarkan berbicara
dan berdebat, tetapi dengan menyibukkan membaca al-Qur’an dan tafsirnya, hadits
dan maknanya, serta menyibukkan diri dengan aktivitas ibadah. Sehingga,
akidahnya semakin kokoh dengan apa yang mengulik pendengarannya dari
dalil-dalil dan berbagai hujjah al-Qur’an, dengan berbagai bukti dan pelajaran
yang didapat dari hadits serta dengan yang dapat dia kerjakan dari cahaya dan
aktivitas ibadah.”
“Dan
(ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka, dan Allaah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman), “Bukankah Aku ini Rabbmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau rabb
kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan)” (QS Al ‘Araf: 172)
Mentalqin Anak Untuk
Mengucapkan kalimat Tauhid
Diriwayatkan dari al-Hakim dari Ibn Abbas radhiyallaahu
‘anhuma, Rasulullaah Shallaahu ‘Alayhi Wasallam bersabda, “Ajarkanlah kalimat
pertama kepada anak-anak kalian Laa ilaaha Illallaah, dan talqinkanlah ketika
akan meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah.
Diriwayatkan oleh ‘Aburazzaq dengan lafal:
“Mereka suka apabila si anak pertama kali dapat berbicara
untuk mereka ajarkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah sebanyak tujuh kali, sehingga
itulah kalimat pertama yang diucapkannya”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam kitab Ahkaamul Mauluud
mengatakan, “Pada waktu mereka bisa berbicara, mereka ditalqin dengan kalimat
‘Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullaah.’ Hendaknya yang masuk pertama kali
dalam telinga mereka adalah pengenalan terhadap Allaah Subhanahu Wa Ta’ala,
menauhidkannya, bahwasanya Allaahu Subhanahu Wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy,
Melihat, Mendengar perkataan mereka, dan Allaah selalu bersama mereka di
manapun mereka berada. Bani Israil sering kali memperdengarkan kepada anak-anak
mereka ‘Emmanuel’ yang artinya ‘Tuhan bersama kita’. Oleh karena itu, nama yang
paling Allaah cintai adalah Abdullaah dan Abdurrahman, yang kalau si anak
mengerti dan memahami artinya, dia akan sadar bahwa dia adalah hamba Allaah,
dan Allaah adalah Rabb sekaligus Walinya”.
Dari Abdul Karim bin Abi Umayyah, Rasulullaah Shallalllaahu
‘Alayhi wasallam mengajarkan kepada anak dari Bani Hasyim, apabila sudah mulai
bisa bicara, ayat: Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allaah Yang tidak
mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula
hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”
(QS Al-Israa: 111)
Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullaah dari al-Walid bin
Ubadah berkata:
Aku menjenguk Ubadah yang saat itu sedang sakit. Aku
bayangkan dia sudah mau meninggal. Aku katakan, “Bapakku, nasihatilah aku dan
berusahalah untukku.” Dia mengatakan, “Dudukanlah aku.” Setelah mereka
mendudukannya, dia melanjutkan, “Anakku, sesungguhnya engkau belum merasakan
kelezatan iman dan belum sampai pada hakikat ilmu tentang Allaah sampai engkau
beriman kepada takdir baik ataupun buruk.” Aku bertanya, “Bapakku, Bagaimana
aku tahu takdir baik atau buruk?” Dia katakan, “Engkau yakin bahwa apa yang
luput darimu, tidak akan pernah menimpamu, dan apa pun yang menimpamu, tidak
akan pernah luput darimu. Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullaah
bersabda: “Sesungguhnya pertama kali Allaah menciptakan Qalam, Allaah
memerintahkan, “Tulislah!” Sejak saat itu, ia terus menulis apa yang terjadi
sampai hari kiamat.” “Wahai anakku, apabila engkau mati tanpa berbekal itu,
engkau pasti masuk neraka.” Diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dengan komentar:
hasan shahih gharib.
Metode paling dasar yang Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi
wasallam ajarkan kepada kita dalam mendidik anak adalah dengan keteladanan.
Maka dari itu, menjadi wajib hukumnya bagi setiap orang tua untuk meluruskan
aqidah, beribadah ikhlas karena Allaah, dengan cara yang dicontohkan
Rasulullaah.
SEMANGAT PARA CALON UMMAHAT YANG MENGEJAR AKHIRAT !!
Allaahu Ta’ala A’lam Bish Shawab
J
0 komentar:
Posting Komentar