Sabtu, 21 September 2013

Belajar Mendegar Dari yang Diam

Diposting oleh Bonita Ayu Andhira di 06.24
Bismillaahirrahmanirrahiim
Lama waktu aku mengenal dia adalah sepanjang hidupnya. Bahkan sebelum ia lahir pun aku sudah sering menyapanya. Sonia Kartika Izz Zayani, keponakanku tersayang yang sekarang telah berumur 11 bulan.

Setelah puluhan tahun mengagumi makhluk Allaah yang bernama anak-anak, rasanya baru kali ini aku merasakan cinta yang begitu “tega”. Ya, tak bisa lebih dari dua minggu aku tidak bertemu, bermain, dan menggendongnya. Padahal jarak kosanku dan rumah Onya sekitar 2,5 jam dengan ongkos minimal 25.000 sekali jalan. Wajah Onya mendominasi isi setiap gadgetku, akun-akun socmed ku pun dipenuhi jua olehnya. Walaupun belum mengenal dia secara langsung, tapi sahabat-sahabatku sudah terbiasa mengirim salam untuk Onya, meminta foto Onya, dan menyimpan dp bbmku yang seringkali menampilkan wajah cantik lucunya.

Aku sering membeli dan membaca buku tentang bayi, kemudia aku cocokkan dengan kebiasaan-kebiasaan Onya. Seperti menurut “Having A Baby” karya dr. Mehmet Oz, bahwa bayi usia 4-5 bulan bayi sangat senang menjilat-jilat benda dan memasukkan ke dalam mulutnya, 6-7 bulan sedang suka sekali menunjuk-nunjuk benda, 10-12 bulan gemar mengoceh mengeluarkan suara dan meniru ucapan orang dewasa yang sering terdengar olehnya. Ya, benar saja, Onya sedang gemar mengucapkan kata “Dzee Dzee” (baca: Dedek), “Nya Nya” (Onya), “Mama”, “Ayyyah” (baca: Ayah).

Aku sudah bertekad untuk menjaga Onya dari kata-kata yang buruk atau mubadzir (tidak berguna untuk didengar) mampir di telinganya. Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam juga menyuruh kita untuk banyak-banyak memberikan teladan yang baik pada anak. Secara psikologis, teknik mendidik ini terbukti paling efektif. Karena tabiat anak-anak yang banyak melakukan kegiatan imitasi pada model yang paling sering dilihat dan didengarnya. Bila sudah dewasa, teladan saja sudah tidak cukup lagi, harus ada “hukuman” dan “ancaman” yang membuat ia patuh pada perintah dan jauh dari larangan.
Sebelum berangkat ke rumah Onya, atau selama di perjalanan menuju ke sana, aku selalu me-muroja’ah hafalan Al Qur’anku. Sambil berpangkuan di ayunan, atau sambil menikmati udara di taman rumah Onya, aku bacakan kepadanya ayat-ayat Al Qur’an. Begitu, dari ia belum bisa menyangga kepalanya sampai ia hampir bisa berjalan saat ini. Tidak pernah satu kalipun aku temui Onya menangis atau bosan saat aku melafalkan kalamullaah dalam Al Qur’an. Aku pernah berpikir, “Mungkin Onya anteng karena memang sifatnya begitu. Coba aku ganti bacaanku dengan nyanyian”.

Di hari yang lain, aku kembali mengkudeta Onya dari pelukan Mamanya, aku menggendong dia sambil melihat-lihat bunga di halaman. Aku dendangkan untuknya lagu anak-anak yang dahulu dinyanyikan oleh Tasya. Tak disangka, Onya yang semula bersandar dengan tenang di lengan dan dadaku, langsung beranjak menaikkan punggungnya. Ia terlihat  kaget dengan suara yang keluar dari mulutku, berbeda dari biasanya.

Aku teruskan nyanyianku sampai mengalun beberapa lagu. Yah, mungkin saja Onya terhenyak di awal karena suaraku yang bagus (kalau diam). Tapi tak hanya di permulaan nyanyian saja, hampir sepanjang lagu ia menatapku dengan serius sekali. Kemudian aku memutuskan untuk bertanya kepadanya, “Kenapa sayang? Dzee Dzee Nya Nya nggak suka yah sama lagunya?” Onya tetap terdiam dengan mata bulatnya yang terus terbuka. “Hmm, suara aku jelek yah? Maaf ya cantik. Oke deh aku diem”. Ia tetap diam dengan tatapan yang belum beranjak dari wajahku. “Hehe, kenapa sih shalihah, meuni serius gitu liat akunya. Dzee Dzee nggak suka lagu? Sukannya ayat-ayat Qur’an yah?”. Entah karena bosan dengan pertanyaanku atau bosan melihat wajahku, Onya mengalihkan pandangannya sambil menepuk-nepukkan tangannya di dadaku”.

Aku mulai membacakan lagi hafalanku di depannya. Tak diduga tak dinyana, Onya langsung menyandarkan kembali punggung dan pundaknya di lenganku. Sambil tangannya beberapa kali menyentuh wajahku. Ia memberikan senyum terbaik untukku di hari itu. Ya Allaah, indah sekali dunia ini. Aku cium jemari kecilnya yang menyentuh-nyentuh bibirku. Aku bereskan hafalan ku setengah juzz kemudian masuk ke dalam rumah karena hari sudah hampir maghrib. Di dalam rumah, aku katakan kalimat ini padanya, dalam posisi kami yang duduk berhadapan, “Sayang shalihah cantik, dari kecil aja dedek Onya udah menjaga lantunan Qur’an, dedek nggak suka nyanyian. Insyaa’ Allaah sampai besar nanti, selama hidup, dedek Onya jadi penjaga Qur’an yah. Jadi keluarga Allaah di dunia, yang nanti di syurga bisa ngasih mahkota dari cahaya buat Ayah, buat Mama. Okeh?”, kataku sok asik sambil menyodorkan tangan untuk “cas”. Onya hanya memperhatikanku sambil mengoceh yang entah apa artinya, tapi samar-samar terdengar seperti “ya, ya”. Tak sampai di situ, Onya juga menyambut cas-an tangan yang aku tawarkan.


“Aduh si cantik, kayak ngerti aja nih. Siapa sih yang ngajarin?”, tanyaku lagi. Onya diam. Ahhh, tapi diamnya kali ini justru membuatku mengerti.
Allaah...
Allaah..
Allaah lah yang mengajarinya.
Allaah yang selalu melindunginya, mengizinkannya untuk cenderung kepada kebaikan.
Tak terasa rintik-rintik kecil membasahi wajahku. Ku perhatikan benar wajah Onya. Hanya senyum dan senyum saja yang ia tampilkan setiap hari. Beginilah fitrah manusia. Cenderung pada yang baik dan hanya menampilkan kebaikan.
Langsung aku ambil kaca pembesar imajiner dan aku arahkan pada hatiku.
Yaa Rabb, yaa Allaah, duhai Tuhanku..
Bersihkanlah ia, karena hanya dengan izin-Mu bisa ku hilangkan kotoran-kotoran hati ini.
Condongkanlah ia selalu kepada kebaikan.

Yaa muqolibbal quluub tsabiit quluubana ‘alaa diinika
Duhai Yang Mengenggam Hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.

Rabbana hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrata a’yunin waj-‘alnaa lil-muttaqiina imaama (QS Al Furqaan: 74)
Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan kami dan keturnan kami sebagai penyejuk mata kami, dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa

*suatu hari aku sedang menggendong Onya dan bersama salah satu wanita paling aku cintai di dunia.
Aku sampaikan pada Beliau (setelah bermain sana sini, liat itu ini, putar kanan kiri dengan Onya),
“Ummi, Onya suka banget loh sama hewan-hewan”, Beliau yang tercinta menjawab: “Pantesan dia nempel sama kamu”
...............................................................
...............................................................
*kemudian ada hening yang panjang*




2 komentar:

Anonim mengatakan...

bagian terakhirnya bikin ngakak bon..
jadi selama ini sy bergaul dengan makhluk bukan manusia? :))

Bonita Ayu Andhira on 5 Oktober 2013 pukul 05.11 mengatakan...

emm, manusia bukan ya? kasih tau nggak ya?

Posting Komentar

 

RUANG CAHAYA Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez