Bismillaahirrahmanirrahiim
Lama waktu aku mengenal dia adalah sepanjang hidupnya. Bahkan
sebelum ia lahir pun aku sudah sering menyapanya. Sonia Kartika Izz Zayani,
keponakanku tersayang yang sekarang telah berumur 11 bulan.
Setelah puluhan tahun mengagumi makhluk Allaah yang bernama
anak-anak, rasanya baru kali ini aku merasakan cinta yang begitu “tega”. Ya,
tak bisa lebih dari dua minggu aku tidak bertemu, bermain, dan menggendongnya.
Padahal jarak kosanku dan rumah Onya sekitar 2,5 jam dengan ongkos minimal
25.000 sekali jalan. Wajah Onya mendominasi isi setiap gadgetku, akun-akun
socmed ku pun dipenuhi jua olehnya. Walaupun belum mengenal dia secara
langsung, tapi sahabat-sahabatku sudah terbiasa mengirim salam untuk Onya,
meminta foto Onya, dan menyimpan dp bbmku yang seringkali menampilkan wajah
cantik lucunya.
Aku sering membeli dan membaca buku tentang bayi, kemudia aku
cocokkan dengan kebiasaan-kebiasaan Onya. Seperti menurut “Having A Baby” karya
dr. Mehmet Oz, bahwa bayi usia 4-5 bulan bayi sangat senang menjilat-jilat
benda dan memasukkan ke dalam mulutnya, 6-7 bulan sedang suka sekali
menunjuk-nunjuk benda, 10-12 bulan gemar mengoceh mengeluarkan suara dan meniru
ucapan orang dewasa yang sering terdengar olehnya. Ya, benar saja, Onya sedang
gemar mengucapkan kata “Dzee Dzee” (baca: Dedek), “Nya Nya” (Onya), “Mama”,
“Ayyyah” (baca: Ayah).
Aku sudah bertekad untuk menjaga Onya dari kata-kata yang
buruk atau mubadzir (tidak berguna untuk didengar) mampir di telinganya.
Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi Wa Sallam juga menyuruh kita untuk
banyak-banyak memberikan teladan yang baik pada anak. Secara psikologis, teknik
mendidik ini terbukti paling efektif. Karena tabiat anak-anak yang banyak
melakukan kegiatan imitasi pada model yang paling sering dilihat dan
didengarnya. Bila sudah dewasa, teladan saja sudah tidak cukup lagi, harus ada
“hukuman” dan “ancaman” yang membuat ia patuh pada perintah dan jauh dari
larangan.
Sebelum berangkat ke rumah Onya, atau selama di perjalanan
menuju ke sana, aku selalu me-muroja’ah hafalan Al Qur’anku. Sambil berpangkuan
di ayunan, atau sambil menikmati udara di taman rumah Onya, aku bacakan
kepadanya ayat-ayat Al Qur’an. Begitu, dari ia belum bisa menyangga kepalanya
sampai ia hampir bisa berjalan saat ini. Tidak pernah satu kalipun aku temui
Onya menangis atau bosan saat aku melafalkan kalamullaah dalam Al Qur’an. Aku
pernah berpikir, “Mungkin Onya anteng karena memang sifatnya begitu. Coba aku
ganti bacaanku dengan nyanyian”.
Di hari yang lain, aku kembali mengkudeta Onya dari pelukan
Mamanya, aku menggendong dia sambil melihat-lihat bunga di halaman. Aku dendangkan
untuknya lagu anak-anak yang dahulu dinyanyikan oleh Tasya. Tak disangka, Onya
yang semula bersandar dengan tenang di lengan dan dadaku, langsung beranjak
menaikkan punggungnya. Ia terlihat kaget
dengan suara yang keluar dari mulutku, berbeda dari biasanya.
Aku teruskan nyanyianku sampai mengalun beberapa lagu. Yah,
mungkin saja Onya terhenyak di awal karena suaraku yang bagus (kalau diam).
Tapi tak hanya di permulaan nyanyian saja, hampir sepanjang lagu ia menatapku
dengan serius sekali. Kemudian aku memutuskan untuk bertanya kepadanya, “Kenapa
sayang? Dzee Dzee Nya Nya nggak suka yah sama lagunya?” Onya tetap terdiam
dengan mata bulatnya yang terus terbuka. “Hmm, suara aku jelek yah? Maaf ya
cantik. Oke deh aku diem”. Ia tetap diam dengan tatapan yang belum beranjak
dari wajahku. “Hehe, kenapa sih shalihah, meuni serius gitu liat akunya. Dzee
Dzee nggak suka lagu? Sukannya ayat-ayat Qur’an yah?”. Entah karena bosan
dengan pertanyaanku atau bosan melihat wajahku, Onya mengalihkan pandangannya
sambil menepuk-nepukkan tangannya di dadaku”.
Aku mulai membacakan lagi hafalanku di depannya. Tak diduga
tak dinyana, Onya langsung menyandarkan kembali punggung dan pundaknya di
lenganku. Sambil tangannya beberapa kali menyentuh wajahku. Ia memberikan
senyum terbaik untukku di hari itu. Ya Allaah, indah sekali dunia ini. Aku cium
jemari kecilnya yang menyentuh-nyentuh bibirku. Aku bereskan hafalan ku
setengah juzz kemudian masuk ke dalam rumah karena hari sudah hampir maghrib.
Di dalam rumah, aku katakan kalimat ini padanya, dalam posisi kami yang duduk
berhadapan, “Sayang shalihah cantik, dari kecil aja dedek Onya udah menjaga
lantunan Qur’an, dedek nggak suka nyanyian. Insyaa’ Allaah sampai besar nanti,
selama hidup, dedek Onya jadi penjaga Qur’an yah. Jadi keluarga Allaah di
dunia, yang nanti di syurga bisa ngasih mahkota dari cahaya buat Ayah, buat
Mama. Okeh?”, kataku sok asik sambil menyodorkan tangan untuk “cas”. Onya hanya
memperhatikanku sambil mengoceh yang entah apa artinya, tapi samar-samar
terdengar seperti “ya, ya”. Tak sampai di situ, Onya juga menyambut cas-an
tangan yang aku tawarkan.
“Aduh si cantik, kayak ngerti aja nih. Siapa sih yang
ngajarin?”, tanyaku lagi. Onya diam. Ahhh, tapi diamnya kali ini justru
membuatku mengerti.
Allaah...
Allaah..
Allaah lah yang mengajarinya.
Allaah yang selalu melindunginya, mengizinkannya untuk
cenderung kepada kebaikan.
Tak terasa rintik-rintik kecil membasahi wajahku. Ku
perhatikan benar wajah Onya. Hanya senyum dan senyum saja yang ia tampilkan
setiap hari. Beginilah fitrah manusia. Cenderung pada yang baik dan hanya
menampilkan kebaikan.
Langsung aku ambil kaca pembesar imajiner dan aku arahkan
pada hatiku.
Yaa Rabb, yaa Allaah, duhai Tuhanku..
Bersihkanlah ia, karena hanya dengan izin-Mu bisa ku
hilangkan kotoran-kotoran hati ini.
Condongkanlah ia selalu kepada kebaikan.
Yaa muqolibbal quluub tsabiit quluubana
‘alaa diinika
Duhai Yang Mengenggam Hati, teguhkan hatiku
di atas agama-Mu.
Rabbana
hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrata a’yunin waj-‘alnaa
lil-muttaqiina imaama (QS Al Furqaan: 74)
Ya
Tuhan kami, anugerahkan kepada kami, pasangan kami dan keturnan kami sebagai
penyejuk mata kami, dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa
*suatu hari aku sedang menggendong Onya dan bersama salah
satu wanita paling aku cintai di dunia.
Aku sampaikan pada Beliau (setelah bermain sana sini, liat
itu ini, putar kanan kiri dengan Onya),
“Ummi, Onya suka banget loh sama hewan-hewan”, Beliau yang
tercinta menjawab: “Pantesan dia nempel sama kamu”
...............................................................
...............................................................
*kemudian ada hening yang panjang*
2 komentar:
bagian terakhirnya bikin ngakak bon..
jadi selama ini sy bergaul dengan makhluk bukan manusia? :))
emm, manusia bukan ya? kasih tau nggak ya?
Posting Komentar