Senin, 09 September 2013

Membentuk Akidah Anak

Diposting oleh Bonita Ayu Andhira di 23.42
Bismillaahir rahmanir rahiim
Membentuk Akidah Anak

­                “Fitrah Allaah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allaah. (Itulah) agama yang lurus” (QAS ar-Ruum: 30)
                Dari Abi Hurairah Radhiyallaahu ‘anhuma, Rasulullaah Shallalllaahu ‘Alayhi Wasallam bersabda, “Tidakklah seorang anak dilahirkan melainkan dilahirkan di atas fitrah. Namun, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti seekor hewan yang melahirkananak yang lengkap (tidak cacat), apakah dapat kalian temukan ada di antara keturunannya yang cacat?” (HR Bukhari)

Lima dasar asasi yang Rasulullaah Shallaahu ‘Alayhi Wasallam ajarkan kepada kita antara lain:
1.       Mentalqin anak untuk mengucapkan kalimat tauhid
2.       Menenamkan cinta kepada Allaah subhanahu wa Ta’ala
3.       Menanamkan cinta kepada Nabi Shallallaau ‘Alayhi Wasallam, keluarga Beliau, para sahabat Beliau
4.       Mengajarkan al-Qur’an kepada anak
5.       Pendidikan untuk tetap teguh dan rela berkorban demi akidah

Imam Al-Ghazali rahimahullaah menjelaskan tentang pentingnya menanamkan akidah dan mentalqinnya sejak kecil agar anak tumbuh dengannya. Beliau mengatakan, “Perlu Anda ketahui penjelasan kami tentang definisi akidah harus diberikan kepada anak-anak sejak masa permulaan pertumbuhannya agar dia dapat menghafalnya. Kemudian bersama dengan pertumbuhannya,dia akan memahami maknanya sedikit demi sedikit. Dimulai dengan menghafal, kemudian memahami, lalu diikuti dengan meyakini dan membenarkannya. Itu ditemukan dalam diri anak tanpa ada bukti apapun yang dijelaskan. Merupakan karunia Allaah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hati manusia di awal masa pertumbuhannya untuk beriman tanpa memerlukan bukti maupun penjelasan terlebih dahulu”.
                “Dalam menanamkan akidah dan meneguhkannya, bukan dengan cara mengajarkan berbicara dan berdebat, tetapi dengan menyibukkan membaca al-Qur’an dan tafsirnya, hadits dan maknanya, serta menyibukkan diri dengan aktivitas ibadah. Sehingga, akidahnya semakin kokoh dengan apa yang mengulik pendengarannya dari dalil-dalil dan berbagai hujjah al-Qur’an, dengan berbagai bukti dan pelajaran yang didapat dari hadits serta dengan yang dapat dia kerjakan dari cahaya dan aktivitas ibadah.”
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka, dan Allaah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Rabbmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau rabb kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan tuhan)” (QS Al ‘Araf: 172)

Mentalqin Anak Untuk Mengucapkan kalimat Tauhid
Diriwayatkan dari al-Hakim dari Ibn Abbas radhiyallaahu ‘anhuma, Rasulullaah Shallaahu ‘Alayhi Wasallam bersabda, “Ajarkanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian Laa ilaaha Illallaah, dan talqinkanlah ketika akan meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah.
Diriwayatkan oleh ‘Aburazzaq dengan lafal:
“Mereka suka apabila si anak pertama kali dapat berbicara untuk mereka ajarkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah sebanyak tujuh kali, sehingga itulah kalimat pertama yang diucapkannya”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam kitab Ahkaamul Mauluud mengatakan, “Pada waktu mereka bisa berbicara, mereka ditalqin dengan kalimat ‘Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullaah.’ Hendaknya yang masuk pertama kali dalam telinga mereka adalah pengenalan terhadap Allaah Subhanahu Wa Ta’ala, menauhidkannya, bahwasanya Allaahu Subhanahu Wa Ta’ala berada di atas ‘Arsy, Melihat, Mendengar perkataan mereka, dan Allaah selalu bersama mereka di manapun mereka berada. Bani Israil sering kali memperdengarkan kepada anak-anak mereka ‘Emmanuel’ yang artinya ‘Tuhan bersama kita’. Oleh karena itu, nama yang paling Allaah cintai adalah Abdullaah dan Abdurrahman, yang kalau si anak mengerti dan memahami artinya, dia akan sadar bahwa dia adalah hamba Allaah, dan Allaah adalah Rabb sekaligus Walinya”.
Dari Abdul Karim bin Abi Umayyah, Rasulullaah Shallalllaahu ‘Alayhi wasallam mengajarkan kepada anak dari Bani Hasyim, apabila sudah mulai bisa bicara, ayat: Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allaah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah dengan pengagungan yang sebesar-besarnya” (QS Al-Israa: 111)
Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullaah dari al-Walid bin Ubadah berkata:
Aku menjenguk Ubadah yang saat itu sedang sakit. Aku bayangkan dia sudah mau meninggal. Aku katakan, “Bapakku, nasihatilah aku dan berusahalah untukku.” Dia mengatakan, “Dudukanlah aku.” Setelah mereka mendudukannya, dia melanjutkan, “Anakku, sesungguhnya engkau belum merasakan kelezatan iman dan belum sampai pada hakikat ilmu tentang Allaah sampai engkau beriman kepada takdir baik ataupun buruk.” Aku bertanya, “Bapakku, Bagaimana aku tahu takdir baik atau buruk?” Dia katakan, “Engkau yakin bahwa apa yang luput darimu, tidak akan pernah menimpamu, dan apa pun yang menimpamu, tidak akan pernah luput darimu. Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullaah bersabda: “Sesungguhnya pertama kali Allaah menciptakan Qalam, Allaah memerintahkan, “Tulislah!” Sejak saat itu, ia terus menulis apa yang terjadi sampai hari kiamat.” “Wahai anakku, apabila engkau mati tanpa berbekal itu, engkau pasti masuk neraka.” Diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dengan komentar: hasan shahih gharib.
Metode paling dasar yang Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi wasallam ajarkan kepada kita dalam mendidik anak adalah dengan keteladanan. Maka dari itu, menjadi wajib hukumnya bagi setiap orang tua untuk meluruskan aqidah, beribadah ikhlas karena Allaah, dengan cara yang dicontohkan Rasulullaah.


SEMANGAT PARA CALON UMMAHAT YANG MENGEJAR AKHIRAT !!
Allaahu Ta’ala A’lam Bish Shawab

J

0 komentar:

Posting Komentar

 

RUANG CAHAYA Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez