Kamis, 21 Juni 2012

MATAHARI TERAKHIR

Diposting oleh Bonita Ayu Andhira di 08.36
MATAHARI TERAKHIR


Wusss.. Wusss..
Bunyi ombak yang berkejaran,
Suara nyiur tertiup angin,
Dan pasir-pasir putih yang berlarian diburu ombak adalah kondisi alam yang selalu menemani hari-hari seorang wanita muda yang saat ini sedang duduk di atas kursi roda.
Kakinya lumpuh, matanya hanya dapat terbuka sebelah, wajahnya rusak, satu tangannya tidak dapat digerakkan karena kulit pada lipatannya sikunya menyatu dengan lengan.


Bukan.
Tentu saja wanita itu bukan merupakan sosok lelembut penunggu pantai Anyer.
Ia hanya seorang wanita biasa, berusia 23 tahun, dan bernama Area Dwinanda.

Area, atau biasa dipanggil Rere, mendapat julukkan sang bunga sekolah saat ia menduduki bangku Sekolah Dasar sampai SMA.
Waktu kuliah ia juga tergolong mahasiswi yang berprestasi dan cantik, namun karena pergaulan di bangku kuliah lebih luas dan orang-orang sudah tidak lagi begitu menilai seseorang dari segi fisik, istilah bunga sekolah telah  lepas dari genggaman Rere.

"Udah lah Re, dia itu emang baik, tapi coba lo perhatiin, selama ini dia baiknya cuma sama orang-orang tertentu doang. Mana pernah dia ngelirik orang-orang macem kita ?" Terawang Rere pada ucapan temannya, Avi, saat mereka masih mengenyam pendidikan di SMA N I Cilegon, Banten.
"Iya, gue tau Vi, tapi gue juga nggak ngerti kenapa gue bisa jadi orang hampir idiot gini. Gue minta banget lo ingetin gue kalo gue udah berlebihan, ya" Jawab Rere saat itu.
"Haah.. untuk kasus ini gue cuma nyaranin satu hal: Coba lo cek ke THT. Rasanya udah hampir semua orang ngingetin lo, tapi lo-nya tetep aja keukeuh"

Masa SMA adalah masa keemasan Rere. Sebagai seorang pelajar yang pintar, cantik, aktif, dan supel, banyak sekali orang yang menyukai Rere. Tak hanya dari kaum adam, teman-teman wanita dan guru-guru pun jatuh cinta padanya.

Melihat lingkungan dan potensi yang ia miliki, seorang gadis seperti Rere seharusnya memiliki masa-masa remaja yang indah. Banyak teman, berkecukupan, dan bisa gonta-ganti pacar.
Namun, pada kenyataannya, Rere tidak pernah terikat dengan hubungan yang biasa disebut pacaran  tersebut.
Alasannya bukan karena Rere menjaga hijabnya. Justru pacaran merupakan suatu hal yang sangat ingin dilakukannya, hanya saja ia tidak mau menjalani pacaran dengan orang selain Nadi.

Nama panggilan pria itu memang sedikit feminin, Nadi. Namun, sosoknya sangat terlihat jantan, dengan perangai dan budi yang sangat luhur. Ajaran orang tuanya, yang merupakan orang keturunan Jawa ningrat Keraton Yogya asli, tentang tata krama dan cara berprilaku yang baik selalu dipraktekkan dan sangat melekat dalam dirinya.
Berbeda dengan Rere yang tergolong supel dan sedikit asal-asalan, Nadi yang berbudi sangat baik justru tidak mendapat hati dari seluruh warga sekolah.
Ada beberapa orang (banyak di antaranya adalah teman-teman baik Rere) yang tidak menyukai sosok Nadi. Bukan karena kejahatan dan tingkah lakunya, melainkan karena satu hal. Satu hal sangat krusial yang membuat Rere, sang bunga sekolah yang selalu merendah, saat ini menjadi sesosok wanita di atas kursi roda, yang memiliki wajah rusak nan menakutkan, dengan kondisi tangan dan kaki yang sulit digerakkan.
Rere yang waktu dulu selalu tampil menghiasi acara-acara sekolah, kini tidak ingin ditemui oleh siapa pun, termasuk ke dua orang tuanya yang hanya mengunjunginya secara rutin satu minggu sekali.

Rere tinggal di villa milik Pak Rukman, ayah Rere, yang merupakan direktur produksi PT. Siemens Indonesia yang berlokasi di Merak, Banten. Di sana ia tinggal bersama seorang penjaga Villa berusia 6 tahun di bawahnya, bernama Iis.
Tentu saja Rere berasal dari keluarga yang berkecukupan, baik dalam hal kasih sayang dan materi.
Orang tua dan kakak semata wayang Rere, Rona Mentari Pagi, sangat menyayangi Rere.
Sifat asli Rere yang cerewet memeriahkan rumah yang selama 5 tahun, masa pernikahan Rukman Sanjaya dan Dewi Asmaranti sebelum Rere lahir, hening karena seluruh penghuni rumah tersebut berkarakter pendiam.
Rere yang manja dan bawel selalu bisa mencairkan suasana rumah dan menghangatkannya.

"Assalamu'alaykum. Nad, Insya Allah nih Lembaga Dakwah kita bakalan ngadain ta'lim. Yah, buat bersyukur sekaligus muhasabah, semua anak kelas 3 sekolah kita lulus UN. Ane selaku ketua rohis dan temen antum mau minta tolong. Biar pada rame yang dateng, rencananya mau diadain hiburan nasyid rock gitu. Kan ane tau dan denger dari orang juga, antum jago banget main gitarnya, mau nggak antum jadi performer di acara itu ?" pinta Hilman, ketua rohis As Salam SMAN I Cilegon, dengan pejelasan yang panjang lebar.

"Wa'alaykumsalam, Insya Allah saya bisa, Hilman. Kapan waktu acaranya dan lagu apa yang harus saya bawakan ? Nasyidnya tim, kan? " Jawab Nadi.

"Alhamdulillah, syukron, akh. Iya, nasyidnya tim, kok. Si Jimron sama irfan main bass, Andi main keyboard, Feri tepuk-tepuk gendang, tinggal vokalisnya sih yang belum dapet. Pada jiper semua, ngerasa suaranya nggak bagus. Haha. Masalah lagu mah bebas, trergantung artisnya, kalian diskusiin aja bareng-bareng."

"Haha, emang kamu udah nawarin ke semua orang yang kira-kira potensial dan percaya diri, Man ?"

"Insya Allah udah akh, tapi baru ikhwan semua sih yang ane tawarin. Malu juga kalo harus minta sama akhwat, apalagi ga baik juga kalo sampe harus akhwat yang  tampil. Nanti ane usahain lagi. Ya udah ya, Nad. Jaazakallahu khairan katsiron. "

"Ya, sama-sama, Hilman" Tutup Nadi dengan kalimat efektif secukupnya namun dengan raut muka yang sangat ramah, seperti biasa.


***

Acara ta'lim syukuran dan muhasabah yang bertema "Meningkatkan Iman dan Kredibilitas Remaja Dengan Bersyukur" terselenggara dengan cukup banyak warga SMA N I Cilegon yang datang. Para peserta ta'lim tidak hanya berasal dari kelas 3, murid kelas 1 dan 2 juga cukup banyak yang hadir, perangkat sekolah sampai Bapak kepala sekolah, dan petugas kebersihan dan keamanan sekolah juga turut serta.

Acara ini memang acara besar, sehingga kegiatan ini dilakukan di aula utama SMAN I Cilegon.
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an oleh Guntur dan sari tilawah oleh Maksum.
Febri dan Novi berperan sebagai pemandu acara.
Materi ta'lim dibawakan oleh ustadz Yusuf, ulama muda yang handal dalam membangkitkan semangat remaja dan sudah sangat terkenal di Banten.
Hiburan acara dibawakan oleh tim nasyid dadakan yang bernama "Islami". Di sana, Nadi Muhammad Alfharabbi, siswa terbaik SMAN I Cilegon dari kelas XII IPA 3, memegang kendali alunan gitar. Nasyid yang dibawakan hanya berupa instrumen dari lagu-lagu reliji yang sudah terkenal, di antaranya lagu-lagu reliji milik Gigi dan Andra and The Back Bone. Pelantunan instrumen nasyod tersebut tentu saja bukan merupakan rencana tim nasyid Islami, hal ini dilakukan karena sampai ta'lim dilaksanakan, belum juga ditemukan vokalis.

Penampilan nasyid Islami mendapat banyak pujian. Tepuk tangan riuh memenuhi Aula SMAN I Cilegon.
Belum juga berakhir apresiasi positif dari warga sekolah tersebut, sosok wanita berkulit putih dan berkerudung merah maju ke depan panggung. Orang-orang penasaran dengan siapa gerangan wanita itu. Ia membawa beberapa lembar kertas dan mulai melantunkan syair-syair islami yang menyentuh dan membangkitkan semangat juang para pemuda muslim.

Hanya dengan mendengar suara sang pembaca naskah, peserta di barisan paling belakang sekalipun dapat mengetahui siapa sosok di depan panggung tersebut. Dialah Rere. Wanita ceria dengan segudang bakat dan tingkat percaya diri yang tinggi.
Peserta di barisan depan tentu saja tahu persis siapa pelantun syair-syair indah itu, wajahnya yang sering muncul di mading bagian "Salsa" (Salam Sayang), membuat ia semakin dikenal, baik dalam jarak dekat maupun jauh.

Tepuk tangan semakin meriah setelah Rere selesai mebaca puisi-puisinya. Semua puisi tersebut Rere karang sendiri, karena sebenarnya ia memang suka menulis, hanya saja sifatnya yang moody membuat hobinya ini sering kali terbengkalai.

Tampilnya Rere di acara ta'lim ini merupakan kejutan, yang bahkan panitia pun hanya sedikit sekali yang mengetahuinya. Namun, hiburan dadakan ini berhasil sukses membangkitkan semangat dan mengusir kantuk para peserta yang sudah mampir di depan pintu.

Pembacaan puisi ini merupakan acara terkahir dari rangkaian kegiatan ta'lim.
Sesaat setelah itu, peserta telah berdesakkan di pintu aula, mencoba membuat antrean agar tertib, namun tetap saja usaha baik itu dinilai 70% gagal. banyak siswa yang tidak sabar untuk keluar dari ruangan yang kurang ventilasi tersebut.

Panitia membereskan hiasan panggung dan kursi-kursi. Sampah-sampah makanan yang berserakan juga dipunguti.
Tidak perlu waktu yang lama untuk membereskan ruangan 20 m x 10 m itu, karena panitia yang berjumlah 28 orang dan penampil non panitia yang berjumlah 5 orang bersama bahu-membahu membersihkan ruangan. Nadi dan Rere termasuk di dalam orang-orang yang sekarang sedang menyapu dan mengepel lantai aula.

Jam tangan digital merek Casio milik Nadi telah menunjukkan puku 20:10. Matahari telah berganti shift kerja dengan bulan dan bintang-bintang, sang dayang cantik malam telah usai berdandan dan siap tampil menghiasi langit hitam.

Seluruh peralatan dan tempat ta'lim telah selesai dibereskan. Nadi berbegas pulang, bersama Seno ia menuju parkiran SMAN I Cilegon. 
Nadi memang selalu mebawa 2 helm setiap hari, karena Seno, Odit, Guntur, dan Alfian secara bergantian menjadi penumpang jok belakang motor Mega-pro merahnya.

Melihat Nadi yang telah keluar dari aula, Rere segera berlari menyusul Nadi. Ia berlari dengan sebuah harapan besar di kepalanya.
Harapan untuk pulang bersama Nadi. Menggantikan Seno di jok belakang motor Nadi.
Benar saja, sebelum nadi dan Seno keluar dari gerbang parkiran SMAN I Cilegon, Rere telah sampai menyusul mereka.
Keberuntungan memang sedang berada di pihak Rere.
Seno menyadari keberadaan Rere dan menanyakan dengan siapa Rere akan pulang.
"Re, lo balik sama siapa? Hati-hati, udah malem"
"Nggak tahu juga, Sen. Mana udah nggak ada angkot ke rumah jam segini."
"Ya udah, lo pulang bareng Nadi aja, gue bisa jalan kaki sampe depan terus naik ojek. Bahaya kalo harus lo yang jalan ke depan dan naik ojek, Re."

"Rere, di rumah kamu lagi ada orang nggak, sekarang ?" tanya Nadi dengan suara sangat lembut dan menenagkan. Namun, bagi Rere, suara lembut tersebut justru berperan seperti pemacu adrenalin yang membuat detak jantungnya berdebar kencang tidak beraturan.

"
.


1 komentar:

Bonita Ayu Andhira on 21 Juni 2012 pukul 08.45 mengatakan...

masih panjang ceritanya tapi udah capek.
Insya Allah ceritanya udah selesai sih di otak aku.
Insya Allah dilanjut besok :)

Posting Komentar

 

RUANG CAHAYA Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez