Sabtu, 26 Oktober 2013

Tumbuh Kembang Anak Usia 2-4 Tahun

Diposting oleh Bonita Ayu Andhira di 06.01
Bismillaahirrahmanirrahiim

Diambil dari pengajian Ibu-Ibu wali murid dan Ibu Bapak Guyu Sekolah Bermain Balon Hijau,
Oleh: Teh Yenni, Psi
*dengan sedikit penambahan dan perapihan materi oleh Bonita (siapa pula orang ini)*

Rentang usia 2-4 tahun merupakan "usia emas" tumbuh kembang anak. Sebetulnya secara umum, golden age ada pada usia 0-5 tahun (dari dalam rahim Ibu sampai 5 tahun). Namun, karena Sekolah Bermain Balon Hijau (SBBH) adalah sekolah bermain untuk anak usia 2-4 tahun, maka pembahsannya dikerucutkan menjadi tumbuh kembang anak pada usia 2-4 tahun.

Terjadi salah persepsi yang turun temurun dan akhirnya membudaya pada orang tua, terutama Ibu, dalam mendidik anaknya. Ibu sering kali membuat dikotomi aktivitas. Selama ini, mendidik anak selalu dipisahkan dengan aktivitas-aktivitas rumahan lainnya, seperti memasak, menyuci, menyapu, menyetrika, dan sebagainya. Padahal, segala aktivitas yang dilakukan saat orang tua sedang bersama anak adalah waktu mendidik anak itu sendiri.

  • Mengembangkan Kecerdasan Motorik Anak
Perkembangan motorik anak di usia golden age sangatlah pesat dan proses imitasi pada fase ini sangat lah hebat. Orang tua harus memanfaatkan jangka waktu itu untuk memberikan sebaik-baik teladan dan pendidikan pada anaknya.

Misalnya, saat sedang memasak, yang umum terjadi saat ini adalah seorang Ibu  menidurkan anaknya dulu, lalu setelah itu ia melakukan aktivitas masak-memasaknya. Padahal, itu (memasak) adalah waktu yang sangat potensial untuk mengembangkan kecerdasan motorik anak.
Ibu bisa megenalkan nama sayur-sayuran, buah-buahan, dan alat-alat dapur pada anak.

Contohnya dengan mengatakan dan menunjukkan sayuran wortel:
"Adek, ini namanya wortel. Coba adek pegang wortelnya. Wortel ini warna orens"
Kalimat singkat dan sederhana, tapi sudah ada 3 pelajaran yang bisa ibu berikan pada anaknya. Pertama, belajar mengenal sayuran | Ke dua, belajar mengenal tekstur (tingkat kekerasan) | Ke tiga, belajar mengenal warna.

Atau contoh lainnya:
"Anak baik, ini tahu. Tahu warnanya kuning. Pegang tahunya. Loh, kok hancur ya?"
Dari sini anak bisa mengenal makanan tahu yang berwarna kuning dan lembut.

  • Mengajarkan Tanggung Jawab
Sedari kecil, anak harus sudah dijarkan bertanggung jawab atas apa-apa yang dia lakukan. Biasakan anak membereskan mainannya sendiri. Memang tidak mudah membuat anak kecil membereskan mainannya, maka orang tua harus sabar dan telaten dalam memberikan pendidikan. Kalimat, "Adek, mainannya beresin", tanpa contoh dan pendampingan adalah bentuk kalimat lain dari, "Ya udah Ibu yang beresin".
Proses yang benar dalam menyuruh anak bertanggung jawab untuk membereskan mainannya adalah seperti ini:

1. Bertanya dahulu kepada anak.
Orang tua: "Adek, kok mainannya jadi ada di sini. Siapa yang habis main?"
Anak: "Aku"
Orang tua: "Tadi ngambilnya dari mana?"
Anak: "Dari situ" kalau anak menjawab "Tidak tahu", maka orang tua harus menunjukkan di mana sebenarnya tempat mainan itu.
Orang tua: "Masukkin lagi ke tempatnya, nanti Ibu/Ayah bantuin"
*Kalimat: "Ibu/Ayah bantuin" adalah bentuk dukungan orang tua kepada anak, dengan beban tanggung jawab tetap ada di anak tersebut.

2. Menghukum Anak
Bila anak tetap tidak menuruti orang tuanya, maka dibutuhkan metode hukuman dan penghargaan untuknya. Misalnya, saat anak mengelak membereskan mainannya, orang tua berhak memberikan konsekuensi atas perbuatan anaknya itu. Contoh, dengan melarang ia menonton acara kesukaannya. Menonton televisi (acara yang bermanfaat) bisa digunakan sebagai ajang “pemberian hadiah” bagi anak, karena secara fitrah anak-anak memang suka menonton acara televisi yang sesuai dengan usianya. Sangat sayang bila anak beranggapan bahwa menonton tv hanyalah kebiasaan sehari-hari. Buat agar kegiatan menyenangkan baginya itu seolah adalah “reward” atas perilaku baiknya.

Dalam melarang atau memberikan hukuman, orang tua harus mengetahui beberapa hal:
2.1. Anak usia 2-4 tahun tidak mengenal kalimat negatif.
Contohnya, saat anak berlarian dan orang tua mengingatkan: “Jangan lari-lari”, maka dia akan berlari semakin kencang. Kalimat“Jangan main tanah”, berarti terus saja main tanah bagi anak-anak.
Kalimat larangan yang benar untuk anak-anak adalah seperti ini: “Adek, lari-lari terus nanti jatuh loh, terus  berdarah”, atau “Hii, di tanah kan banyak cacing, banyak kotoran. Kotor tuh, jijik deh”.

Orang tua juga harus konsisten dalam memberikan hukuman dan hadiah kepada anak. Jangan sampai anak menganggap remeh “reward and punishment” itu. Bahayanya lagi, dan ini adalah tahap yang paling fatal dalam hubungan apapun, bila orang-orang dalam sebuah interaksi sosial sudah saling kehilangan respek. Jangan sampai anak tidak menghargai orang tuanya dan sebaliknya.

2.2 Tidak Ada Anak yang Berniat Jahat
Berbeda dengan orang dewasa, bila seorang anak terlihat menjambak rambut kawannya, belum tentu berarti ia benci pada temannya itu. Bisa jadi ia merasa rambut temannya itu bagus dan panjang sehingga ia ingin memegangnya.
Jadi, tahap pertama yang harus dilakukan bila anak melakukan perbuatan yang negatif adalah: Tanyakan terlebih dahulu mengapa mereka melakukan itu. Percayalah, pada fitrahnya tidak ada anak kecil yang berniat jahat, berkonspirasi, iri hati, dan penuh dengki. Jangan sampai orang tua gegabah mengatakan, “Kamu nakal banget sih!”, tanpa tahu alasan mengapa anak melakukan perbuatannya itu. Jangan, sungguh jangan sampai justru orang tuanya lah yang memberikan label buruk pada anaknya sehingga predikat itu terngiang-ngiang sampai ia dewasa, dan menjadi realita. Atau jangan sampai kita menjadi orang tua yang sok tahu, dengan kemampuan terbatas dan emosi yang berlebihan kita menghakimi anak kita hiperaktif, padahal rentang usianya masih dalam tahap golden age (0-5 tahun). Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, kita baru bisa mengetahui apakah anak kita hiperaktif atau tidak itu di usianya yang ke 7 tahun. Maka bila anak kita tampak lincah, banyak tanya dan selalu ceria, maka berprasangka baiklah, ia memiliki kecerdasan dan tenaga lebih dari Allaah Tabaraka wa Ta’ala. J

·        Hal-hal apa saja yang harus dimiliki orang tua ?

1.     Ilmu pengetahuan
Anak sangat percaya pada orang tuanya, maka orang tua wajib memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan seni menjawab pertanyaan yang baik.
Contoh pertanyaan anak-anak:
Anak: “Mama, itu namanya apa?”
Mama: “Parabola, sayang”
Anak: “Kok ga ada bolanya, mana bolanya, Ma?”
*Silakan dipikirkan jawabannya ya, para orang tua dan calon-calon orang tua :D*

2.     Hindari sifat obsesif
Walaupun seorang Ibu melahirkan, menyusui, mendidik anak, (bahkan ikut membantu mencari nafkah) dan ayah menafkahi keluarga, mendidik anak dan istri, namun setiap orang berhak atas kehidupannya masing-masing. Dilarang keras bagi orang tua untuk menjadikan anak sebagai objek obsesi-obsesinya yang belum tercapai.
Bila anak kita dilahirkan pemalu, maka biarlah ia tetap menjadi seperti itu. Untuk ummat islam, justru malu tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Kembali lagi kepadanya, kembali lagi kepada makhluk yang paling kita cinta, kembali kepada ia yang harus diikuti oleh para perindu surga: Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam tidak pernah memaksa Abu Bakr Radhiyallaahu ‘Anhuma menjadi pribadi yang tidak mudah menangis agar terlihat lebih macho sebagai laki-laki, Beliau Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam juga tidak menuntut Ummar Ibn Khaththab Radhiyallaahu ‘Anhuma menjadi sosok pemimpin yang dewasa penuh kelembutan selembut Abu Bakr Radhiyallaahu ‘Anhuma. Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam membiarkan Utsman Ibn Affan Radhiyallaahu ‘Anhuma dengan sifat pemalunya, pun ‘Ali Ibn Abi Thalib tetap menjadi pribadi yang ceria dan suka bercanda.
Perbedaan karakter para sahabat justru menjadi kendaraan dakwah Rasulullaah Shallallaahu ‘Alayhi wa Sallam yang paling hebat. Bahan bakar utama dari proses dinamisasi dakwah adalah perbedaan karakter para da’inya.
Intinya, biarlah anak menentukan masa depannya, kita hanya butuh menanamkan nila kebenaran yang menjadi pedoman untuk setiap keputusan yang diambilnya.

“Mencintai anak-anak bukan hanya tentang mencintai kelucuan dan keceriannya saat ini. Mencintai anak-anak hari ini berarti mencintai masa depannya nanti”

 Semangat Bapak dan Ibu Guyu.
Baarakallaahu fiikum






0 komentar:

Posting Komentar

 

RUANG CAHAYA Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Emocutez